Pengalaman Orangtua / Detail Pengalaman Orangtua

Hasna dan Perjalanan yang Tak Terduga

Menjadi orangtua dari anak down syndrome adalah hal yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Baik dari saya maupun suami, tidak ada riwayat anggota keluarga dengan down syndrome, sehingga lahirnya Hasna menjadi sesuatu yang amat surprise bagi kami. 


(Pelan-pelan kami mengetahui jika sebagian besar kasus down syndrome terjadi secara spontan; hanya sekitar 4% kasus saja yang diturunkan secara genetik)


***


24 Agustus 2023, Hasna dilahirkan secara SC karena pembukaan yang tidak bertambah dalam posisinya yang masih oblique, sementara kehamilan sudah menginjak pekan ke 41. Dokter kandungan masih berupaya agar Hasna bisa terlahir normal dengan posisi yg benar, sehingga saat menginjak pembukaan ke-4 dokter menyarankan agar saya berlari-lari kecil selama 2 jam di lorong rumah sakit. 


Karena saya dan suami sangat menginginkan kelahiran normal, jadi saran dari dokter kami ikuti dengan semangat. Meski memang rasanya lelah dan sakit tak terkira, tapi tak apa. Berupaya hingga titik akhir rasanya worth it untuk diperjuangkan.


Namun takdir berkata lain. Setelah berlari-lari kecil yang amat menguras tenaga, posisi bayi serta pembukaan masih tidak bertambah. Dokter akhirnya memutuskan untuk melakukan tindakan cito SC dan alhamdulillah, akhirnya pukul 21.30 Hasna lahir. Dia menangis, meski tak langsung; perlu beberapa saat untuk mendengar tangisannya. Tangisannya keras. Berat saat lahir pun normal, 3.28 kg. Hanya saja, saat itu kami diberi tahu bahwa Hasna mengalami infeksi ketuban dan saturasi oksigen yang rendah sehingga dengan terpaksa harus diberikan antibiotik, dipasangkan selang oksigen serta belum bisa dibawa ke kamar untuk bersama dengan kami.


Esoknya, DSA memanggil suami ke ruang perinatologi untuk mengabarkan kondisi Hasna. Saat kembali ke ruang rawat inap, suami hanya tersenyum kepada saya, seolah mengatakan “everything is fine and under control..”


Ia hanya mengabarkan bahwa Hasna masih diberikan antibiotik dan saturasi oksigennya masih belum stabil. Meski setelahnya, ia sibuk sekali memegang ponselnya. Tak beranjak kecuali dipanggil. Aneh saja rasanya. Lalu saya bertanya “Hasna gapapa kan? Ada apa? Ada kelainan kah?”

Awalnya suami agak enggan menjawab, tapi saya mendesaknya. Lalu akhirnya ia berkata dengan berat “Dokter mendiagnosa Hasna ada kemungkinan suspect down syndrome”


Saat mendengar itu, saya berusaha tenang. Sebetulnya saat suami memperlihatkan fotonya Hasna tepat setelah dilahirkan, saya merasa ada yang berbeda dengan wajahnya. Tapi saya mengabaikan perasaan itu. Dengan fisik yang sudah lelah serta emosi yang masih belum stabil, tangis kami akhirnya pecah bersamaan. Kami masih berharap ada keajaiban dan berharap bahwa diagnosa dokter salah. Disaat itu, akhirnya suami dengan sigap mencari second opinion dari rekannya yang merupakan dokter spesialis anak. Dan benar saja, dengan meminta maaf, rekannya membalas jika dari ciri-ciri yang terlihat, besar kemungkinan Hasna merupakan anak down syndrome.


Kami berdua benar-benar terpuruk setelahnya. Kami berpelukan dibalik tirai ruang perawatan, menangis dan saling menguatkan. Saling meminta maaf dan berintrospeksi diri. Meski masih sangat bersedih dan berusaha menerima, Ayah Hasna kemudian berinisiatif untuk mencari parent support group untuk anak-anak down syndrome agar kami bisa pelan-pelan move on dan tidak merasa sendiri; agar kami punya wadah tempat berbagi dan belajar bagaimana merawat anak-anak seperti Hasna. Akhirnya pencarian kami berlabuh pada instagram PIK POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome) Jawa Barat.


Tak lama, kami langsung mengontak nomor pengurus yang tercantum. Kami menghubungi Bu Mira; yang selanjutnya barulah kami tahu bahwa beliau merupakan ketua Pik Potads Jabar. Saat mengontak beliau, kami diberikan beberapa flyer terkait dengan down syndrome, terutama edukasi tentang pengecekkan fisik yang perlu dilakukan di awal kehidupan. Saat membaca dokumen-dokumen tersebut rasanya… campur aduk. Terkejut. Hampir keseluruhan organ dari ADS harus diperiksakan. Sebegitu parahnya kah DS sehingga kami harus memeriksakam seluruh organ serta panca inderanya? Belum lagi, ditambah daya intelektualitasnya yang juga dibawah rata-rata. Mampukah kami merawatnya dengan penuh kesabaran?


Lalu tak lama, kami diberikan link whatsapp grup orang tua dengan anak down syndrome atau biasa disebut grup Potads regional Jawa Barat usia 0-3 tahun. Kami resmi bergabung dengan grup Potads di hari ke-4 Hasna lahir; disaat ia masih dalam perawatan di ruang perinatologi juga disaat kami masih dalam proses menata mental dan hati.


Saat masuk grup, suami mulai memperkenalkan dirinya dan saya, sambil memberitahukan kondisi medis Hasna serta memohon bimbingan dari ortu-ortu hebat yang sudah lebih berpengalaman dalam membesarkan ADS. MasyaAllah, tak akan pernah terlupa bagaimana hangatnya sambutan dari mama-mama hebat yang sangat menguatkan kami. Ya, kami dikuatkan, diberikan semangat, diberi keoptimisan bahwa inshaAllah kami bisa membesarkan Hasna. Kami dipercaya Allah untuk merawat Hasna. Kami merasa tidak sendiri lagi. Meski saat itu kami masih bersedih, tapi semangat dari ortu-ortu hebat ini dengan izin Allah mampu meringankan hati kami.


Dari sinilah perjalanan Hasna dengan Potads dimulai. Hampir setiap hari, grup ramai dengan sharing dari seputar kesehatan fisik dan tumbuh kembang dari ADS. Bersafari dari poli ke poli rumah sakit rasanya sudah menjadi cerita klasik untuk para ortu ADS karena ekstra kromosom yang dimiliki oleh ADS berdampak pada kelainan di beberapa organ, terutama yang berhubungan dengan jantung dan tiroid. Melalui grup ini, kami berdua secara tidak langsung teredukasi bagaimana merawat Hasna, bagaimana mengintervensi dan menstimulasinya, bagaimana makannya, bagaimana kalau sakit A, sakit B, sakit C dan lain-lain.


Hal lain yang juga kami syukuri setelah bergabung dengan komunitas Potads adalah kami bisa mengikuti event-event dengan menghadirkan para narasumber yang sudah berpengalaman menangani anak-anak down syndrome sehingga kami sebagai orangtua mengetahui bagaimama cara menstimulasi anak-anak ini, bagaimana mengendalikan perilakunya, bagaimana mengasah sensorinya, bagaimana mengatur pola makannya, bagaimana pola asuhnya dan lain sebagainya. Sungguh, mempelajari individu ADS memang sedikit berbeda dengan anak tipikal pada umumnya, sehingga adanya event-event ini menjadi ajang untuk bertanya sebanyak mungkin kepada para narasumber ini agar tumbuh kembang individu ADS bisa optimal.


Setahun sudah kami dititipi Hasna dan setahun pula kami sudah bergabung di komunitas Potads. Banyak point of view kami yang berubah, terutama tentang definisi kecerdasan. Jika dahulu kecerdasan intelektual menjadi satu-satunya kecerdasan yang diagungkan, kini kami belajar bahwa kecerdasan intelektual hanya menjadi salah satu kecerdasan yang Allah karuniakan dari sekian banyak kecerdasan yang dilekatkan pada manusia. Barangkali ADS memang tidak memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi seperti anak tipikal pada umumnya, tapi mereka dititipi kecerdasan lain yang mampu untuk diasah agar mereka menjadi manusia yang berarti. Potads memfasilitasi ADS untuk berkembang dengan berbagai talenta yang dimilikinya; memberikan ruang-ruang kreasi serta koneksi dengan berbagai institusi dan stakeholder agar ADS bisa memiliki kesempatan yang sama untuk belajar, berkarya dan bekerja sesuai dengan potensinya. 


Terimakasih Potads telah hadir membersamai kami, para orangtua dari anak-anak down syndrome yg ingin sekali melihat versi terbaik dari diri mereka. Terimakasih karena sudah hadir untuk selalu menguatkan dan menyemangati agar tidak menyerah dalam membesarkan anak-anak spesial ini.